Jumat, 23 Juli 2010

Sejarah Masjid Demak

           Sejarah & Keistimewaan Masjid Demak
Sejarah Masjid Demak

Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid yang tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa
Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat
berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo,
untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia
pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan
Demak.

Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m
dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat
buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali
Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya
buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang
sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan
disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal),
merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang
boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau
pangeran Sabrang Lor),
sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.



A.
Selayang Pandang


Masjid  Agung Demak merupakan
salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang
sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa
Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid  ini sebagai
tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal
dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk
beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu
Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai
monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan
Kesultanan  Demak Bintoro.


Masjid Agung Demak didirikan dalam
tiga tahap.
Tahap pembangunan pertama adalah pada
tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren
Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini
dibangun  kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun
1478, ketika  Raden Fatah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini
direnovasi dengan penambahan  tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo
memimpin proses pembangunan masjid ini  dengan dibantu masyarakat sekitar.
Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali
menggarap soko guru yang menjadi tiang  utama penyangga masjid. Namun, ada
empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan  soko guru lainnya,
yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian  barat laut;
Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel
membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru
di  sebelah barat daya.



B.
Keistimewaan


Luas  keseluruhan bangunan utama
Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di  samping bangunan
utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m  dengan
panjang keliling 35 x 2,35 m;  bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak
rambat dengan ukuran 25 x 3  m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang
terbuka. Bangunan masjid ditopang  dengan 128 soko, yang empat di
antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga  utamanya. Tiang penyangga
bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah,
dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.  


Masjid ini  memiliki
keistimewaan berupa arsitektur khas ala
Nusantara. Masjid ini  menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk
segitiga sama kaki. Atap limas  ini berbeda dengan umumnya atap masjid di
Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan  bentuk kubah. Ternyata model atap
limas bersusun tiga ini mempunyai makna,  yaitu bahwa seorang beriman
perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini
memiliki lima  buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian
lain, yang memiliki  makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa,
zakat, dan haji. Masjid ini  memiliki enam buah jendela, yang juga
memiliki makna rukun iman, yaitu percaya  kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari  kiamat, dan
qadha-qadar-Nya.


Bentuk bangunan  masjid banyak
menggunakan bahan dari kayu.
Dengan bahan ini, pembuatan
bentuk  bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian
dalam masjid  juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang
begitu indah.


Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreativitas
masyarakat pada saat itu. Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur
lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu)
juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang
berkembang pada saat itu,  seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas
dengan ragam variasinya.

Masjid  Agung Demak berada di tengah

kota
dan menghadap ke alun-alun yang luas.
Secara  umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya,
yaitu suatu  bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan
alun-alun yang berada  di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh
Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah
selatan Masjid Agung  dan alun-alun.

Di lingkungan Masjid Agung Demak ini terdapat sejumlah benda-benda
peninggalan bersejarah, seperti Saka Tatal, Dhampar Kencana, Saka Majapahit,
dan Maksurah. Di samping  itu, di lingkungan masjid juga terdapat komplek
makam sultan-sultan Demak dan  para abdinya, yang terbagi atas empat bagian:
 

  • Makam
         Kasepuhan, yang terdiri atas 18 makam, antara  lain makam Sultan
         Demak I (Raden Fatah) beserta istri-istri dan putra-putranya,  yaitu
         Sultan Demak II (Raden Pati Unus) dan Pangeran Sedo Lepen (Raden
         Surowiyoto), serta makam putra Raden Fatah, Adipati Terung (Raden Husain).

  • Makam
         Kaneman, yang terdiri atas 24 makam, antara lain makam Sultan Demak III
         (Raden Trenggono), makam istrinya, dan makam  putranya, Sunan Prawoto
         (Raden Hariyo Bagus Mukmin).
     

  • Makam di
         sebelah barat Lasepuhan dan Kaneman, yang terdiri atas makam Pangeran Arya
         Penangsang, Pangeran Jipang, Pangeran Arya  Jenar, Pangeran Jaran
         Panoleh.
     
  • Makam lainnya, seperti makam Syekh Maulana Maghribi,
         Pangeran Benowo, dan Singo Yudo.



C. Arsitektur


Masjid ini
mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat
tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan
terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka
Majapahit
.

Di dalam lokasi
kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak
dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal
mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.



D. Lokasi


Masjid  Agung Demak terletak di
Desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah,  Indonesia.






E. Akses


Letak masjid yang berada di tengah
kota memudahkan bagi pengunjung untuk menuju  lokasi, baik dengan
kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.



            Smart Click

Tidak ada komentar: